BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehadiran gulma pada lahan tanaman budidaya sangat berpengaruh terhadap penurunan produksi tanaman. Hal ini terjadi karena gulma memiliki daya kompetisi yang tinggi dalam memperoleh air, unsur hara, cahaya matahari, CO2, dan tempat tumbuh. Selain itu, gulma juga menjadi inang alternatif bagi serangga hama, penyakit dan nematoda tertentu (Rao,2000). Dengan demikian masalah gulma baru diketahui dalam persaingan nutrien untuk tanaman pokok (produksi), sebagai komponen ekosistem kemungkinan dapat dikelola sehingga tidak merugikan tanaman budidaya.
Gulma dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : teki-tekian, rumput-rumputan,dan gulma daun lebar (Anonim, 2008). Ketiga kelompok gulma memiliki karakteristik tersendiri yang memerlukan strategi khusus untuk mengendalikannya. Dalam penelitian akan digunakan jenis gulma berdaun lebar yaitu Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
Gulma banyak didapatkan di lahan yang terbuka dan dapat bertahan hidup pada lingkungan yang kurang subur, hal ini menarik untuk diamati terutama pada tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum. Menurut Sieverding (1991), bahwa tumbuhan Eupatorium odoratum dapat digunakan untuk tanaman inang dari endomikoriza, dengan demikian maka pengamatan tentang peningkatan jumlah inokulan atau propagul dari endomikoriza dapat digunakan sebagai tanaman inang.
Pemanfaatan mikoriza adalah untuk memperbaiki tingkat serapan hara terutama unsur fosfat dan air serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Harran dan Ansori, 1993 dalam Sofyan Abdullah dkk, 2005).
Endomikoriza merupakan salah satu jenis cendawan mikoriza, menurut Setiadi (1990) mikoriza adalah suatu cendawan (Myces) yang hidup dalam perakaran (Rhyza) tumbuhan tingkat tinggi dan merupakan bentuk simbiosis antara cendawan dengan akar tanaman. Sedangkan menurut Wilarso (1990), mikoriza tersebut bersimbiosisnya dengan akar tanaman melalui hifa eksternal yang mampu meningkatkan serapan hara immobil dari dalam tanah (terutama P) sehingga dapat mengurangi gejala defisiensi dan penghematan penggunaan pupuk TSP 70 – 90%. Selain itu, mikoriza apabila menginfeksi jaringan akar tanaman maka akan ada selama tanaman tersebut hidup. Hal tersebut memungkinan diantara jenis gulma, Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum mempunyai asosiasi/simbiosis dengan jenis spora endomikoriza tertentu, dengan demikian pada tanaman tersebut diharapkan adanya spora endomikoriza indigenous, khususnya yang hidup di Arboretum.
Arboretum adalah salah satu lokasi di Universitas Padjadjaran (Unpad) yang mampu menjadi daerah penyangga yang senantiasa dapat memberikan suplai air untuk kebutuhan dalam kampus. Berdasarkan penelitian Tita, (2004) menunjukkan bahwa tanaman Eupatorium odoratum terinfeksi oleh endomikoriza.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbanyakan spora endomikoroza indigenous pada tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum sebagai alternatif perbanyakan inokulan endomikoriza dalam bentuk kemasan. Perbanyakan inokulan endomikoriza saat ini adalah bentuk mikofer yang terdiri dari jenis-jenis spora endomikoriza dengan menggunakan medium zeolit. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas khususnya pengelola arboretum.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang yang dipaparkan diatas, dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Jenis spora endomikoriza apakah yang terbanyak ditemukan pada tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
2. Struktur endomikoriza apakah yang ditemukan dalam akar tumbuhan Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
3. Berapa persentase infekasi mikoriza pada tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mencari tumbuhan inang yang paling baik untuk perbanyakan spora endomikoriza.
Tujuan dari penelitian ini adalah perbanyakan spora endomikoriza pada tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian ini adalah sebagai informasi bagi berbagai pihak mengenai media mikoriza pada tanaman gulma yaitu Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
1.5. Pendekatan Masalah
Gulma adalah tumbuhan yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Gulma dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu : teki-tekian, rumput-rumputan, dan gulma daun lebar(Anonim, 2008). Ketiga kelompok gulma memiliki karakteristik tersendiri yang memerlukan strategi khusus untuk mengendalikannya. Dalam penelitian akan digunakan jenis gulma berdaun lebar yaitu Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
Gulma banyak didapatkan di lahan yang terbuka dan dapat bertahan hidup pada lingkungan yang kurang subur, hal ini menarik untuk diamati terutama pada tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum. Menurut Sieverding (1991), bahwa tumbuhan Eupatorium odoratum dapat digunakan untuk tanaman inang dari endomikoriza, dengan demikian maka pengamatan tentang peningkatan jumlah inokulan atau propagul dari endomikoriza dapat digunakan sebagai tanaman inang.
Mikoriza apabila menginfeksi jaringan akar tanaman maka akan ada selama tanaman tersebut hidup. Hal tersebut ada kemungkinan diantara jenis gulma, Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum mempunyai asosiasi/simbiosis dengan jenis spora endomikoriza tertentu. Asosiasi Endomikoriza terjadi bila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora dalam tanah. Hifa yang tumbuh berpenetrasi ke dalam akar lalu berkembang dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk hifa interseluler yang tidak bercabang, terletak di ruangan antar sel. Selain itu juga akan terbentuk hifa intraseluler yang bercabang secara dichotomy (arbuskular), atau yang membengkok menjadi bulat atau bulat memanjang (vesikel) dan hifa yang mengering (hifa gelung) (Anas dan Santosa, 1993).
Perkembangan arbuskula mengikuti perkembangan hifa yang masuk ke dalam sel. Arbuskula berkembang dengan sel korteks dari sub batang pada internal hifa. Vesikel terinisiasi segera setelah adanya arbuskul pertama, akan tetapi diteruskan berkembang ketika adanya arbuskul kedua. Fase terakhir, merupakan arbuskul yang memenuhi sel (terbentuknya batang hifa yang terbaik). Hifa pada jaringan korteks akar berkembang menyilang seperti dinding pada asosiasi tua. Penetrasi hifa dan perkembangannya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses diferensiasi dan proses pertumbuhan. Perkembangan hifa ini tidak merusak sel (Anas dan Santosa, 1993).
Endomikoriza membentuk organ-organ khusus dan mempunyai peranan yang juga spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscle), vesikel (vesicle) dan spora. Ada dua struktur khas yang dibentuk oleh jamur mikoriza vesikula arbuskula (Mosse, 1981), yaitu :
1. Arbuskula
Dibentuk secara intraseluler oleh percabangan yang berulang-ulang dari suatu infeksi hifa, tukar menukar nutrien mungkin lebih banyak antara tanaman inang dengan simbion. Arbuskula terbentuk setelah 2-3 hari inang terinfeksi.
2. Vesikula
Memiliki bentuk yang menyerupai kantung dan menggelembung, dibentuk di bagian ujung hifa. Vesikula mengandung lemak dan diperkirakan bertindak sebagai tempat penyimpanan sementara.
3. Spora
Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya.
Pengelolaan tanaman gulma untuk dijadikan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan, antara lain dengan adanya asosiasi dengan jenis mikoriza. Pertumbuhan tanaman gulma cepat seperti tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum sehingga memudahkan apabila dilakukan perbanyakan Endomikoriza.
1.6. Metodologi Penelitian
Metode penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap lapangan, tahap laboratorium dan tahap perbanyakan endomikoriza.
1. Tahap pertama adalah tahap lapangan meliputi survey lokasi penelitian dengan menggunakan metoda jelajah untuk mengetahui kondisi dan gambaran umum lokasi. Selain itu, dilakukan pengambilan sampel menggunakan metoda Kuadrat dengan lima buah plot pengambilan sampel. Masing-masing plot berukuran 1m x 1m.
2. Tahap kedua adalah Analisis laboratorium meliputi Mengamati dan mengidentifikasi jenis-jenis spora mikoriza yang tumbuh di sekitar perakaran Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum. Pengamatan spora mikoriza yang didapatkan dari sampel tanah dengan metode penyaringan basah dan kemudian dilanjutkan untuk diidentifikasi (Menurut Schenk dan Perez, 1990). pembuatan preparat basah dengan metode pewarnaan menurut Kormanik dan McGraw (1982). Setelah itu akan dilakukan penghitungan persentase infeksi dengan mengguankan metode sistematik menurut Giovanti dan Mosse (1981) dalam Setiadi dkk(1992), yaitu metode slide.
3. Tahap ketiga adalah Perbanyakan endomikoriza pada tanaman Ageratum conyzoides dan Eupatorium odoratum.
1.7. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Juli 2008 di Arboretum dan Laboratorium Struktur Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNPAD.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar